Terkait Dugaan Pencurian Listrik di Bukik Batabuah dan Koto Rantang, Riyan Permana Putra Dorong DPRD Agam Segera Panggil PLN

Bukittinggi — Menanggapi pemberitaan TriargaNews.com terkait pernyataan Wali Nagari Bukik Batabuah, mengenai dugaan pencurian arus listrik oleh fasilitas nagari yang diduga semena-mena oleh petugas P2TL PLN, praktisi hukum Riyan Permana Putra, S.H., M.H. memberikan pandangan tegas bahwa setiap tindakan penegakan hukum, termasuk oleh PLN, harus didasarkan pada bukti teknis dan prosedur hukum yang jelas, bukan asumsi atau tafsir sepihak.

Menurut Riyan, tindakan petugas PLN yang diduga menuduh tanpa pemeriksaan laboratorium atau uji kelayakan instalasi berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah sebagaimana dijamin dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang mengamanatkan agar penyelenggaraan tenaga listrik dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel.

“Jika memang ditemukan dugaan pelanggaran, PLN wajib melakukan pemeriksaan bersama antara petugas P2TL dan pihak pengguna listrik dengan berita acara resmi, bukan serta-merta menjatuhkan denda apalagi disebut bisa dinegosiasikan,” tegas Riyan.

Lebih lanjut, Riyan menilai isu dugaan denda yang bisa dinego merupakan indikasi serius adanya ketidakjelasan mekanisme penegakan hukum internal di tubuh PLN. Hal tersebut, kata dia, diduga berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, apabila terbukti ada dugaan unsur pemerasan atau praktik “jual-beli sanksi”.

Riyan juga menekankan bahwa PLN bukan lembaga penegak hukum, melainkan badan usaha milik negara yang diberikan mandat untuk melayani publik. Oleh karena itu, setiap tindakan yang bersifat represif terhadap pelanggan atau fasilitas pemerintah daerah harus didasarkan pada audit teknis resmi dan laporan tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Apabila diduga pemeriksaan tidak disertai berita acara resmi atau hasil uji teknis yang sah, maka penetapan denda tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan bisa digugat secara perdata maupun administratif,” jelasnya.

Riyan mendorong DPRD Kabupaten Agam untuk segera memanggil pihak PLN agar menjelaskan dasar hukum penetapan denda, mekanisme P2TL, serta transparansi ke mana aliran dana denda tersebut disetorkan. Hal ini penting agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap lembaga negara.

Sebagai penutup, Riyan mengingatkan bahwa pemerintah nagari adalah representasi negara di tingkat lokal yang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Maka, tindakan yang diduga menuduh fasilitas nagari mencuri listrik tanpa dugaan bukti kuat bukan hanya mencederai nama baik pemerintahan lokal, tetapi diduga juga mengancam kepercayaan publik terhadap lembaga negara itu sendiri.

“Hukum harus ditegakkan dengan bukti, bukan dengan prasangka. Jika memang benar denda bisa dinego, itu bukan penegakan hukum, tapi pelecehan terhadap hukum,” pungkas Riyan Permana Putra.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *