Terkait Viralnya Dua Perempuan Berkelahi di Stasiun Lambuang, Riyan Permana Putra Pertanyakan Visi Bukittinggi Gemilang Berkeadilan dan Berbudaya

Bukittinggi – Menanggapi viralnya video dua perempuan yang berkelahi pada dini hari di kawasan Stasiun Lambuang, Bukittinggi, Praktisi Hukum sekaligus Ketua Perhimpunan Advokat Nusantara (PAN) Sumatera Barat, Riyan Permana Putra, menyampaikan pandangan dan keprihatinan atas kejadian tersebut.

“Pertama, tindakan ini berpotensi masuk delik pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. Seseorang yang memukul dan melukai orang lain, apalagi di ruang publik, dapat dipidana. Yurisprudensi MA No. 275 K/Pid/1983 juga menegaskan bahwa pemukulan fisik walau tanpa alat pun dapat dikategorikan penganiayaan,” ujar Riyan.

Ia menambahkan adagium hukum klasik: fiat justitia ruat caelum — keadilan harus ditegakkan walau langit runtuh. Yang artinya, proses hukum tetap harus berjalan untuk menegakkan ketertiban publik.

Menurut Riyan, bukan hanya aspek pidana yang disorot, tetapi juga aspek sosial dan moral publik.

“Yang lebih memprihatinkan, bukan hanya kekerasannya. Tetapi budaya baru: orang menonton, merekam, bersorak, namun tidak ada yang melerai. Ini menunjukkan dugaan erosi nilai sosial di Ranah Minang,” tegasnya.

Lebih jauh, Riyan mempertanyakan keseriusan Pemerintah Kota Bukittinggi dalam mewujudkan visi Bukittinggi Gemilang Berkeadilan dan Berbudaya.

“Kalau visi ini sungguh-sungguh, harus ada tindakan nyata: penertiban dini hari di ruang publik, patroli pencegahan, dan edukasi ruang publik. Karena visi itu bukan hanya slogan, tapi penguatan karakter masyarakat. Kalau kejadian jam 3 pagi seperti ini terus terjadi tanpa tindakan, lalu dimana wujud ‘berbudaya’ itu?” tanya Riyan.

Riyan menyebut, pemerintah daerah, tokoh adat, lembaga sosial, dan aparat penegak hukum harus kembali bersama menguatkan:

kesadaran hukum di ruang publik

larangan dan konsekuensi hukum tindakan kekerasan

kewajiban moral masyarakat bukan menjadi penonton pasif

“Kita ingin Bukittinggi tetap kota yang berbudaya tinggi dan beradab. Bila ada aksi negatif seperti ini, harus dihentikan, bukan dijadikan tontonan viral. Kita harus kembali ke nilai Minangkabau: masalah diselesaikan secara baik-baik, bukan saling memalukan di publik,” tutupnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *