Terkait ASN yang Diberhentikan di Dharmasraya, Riyan Permana Putra sebut Pemberhentian yang Diduga Tanpa Prosedur Bisa Digugat ke PTUN

Padang — Menanggapi berita harian Singgalang berjudul “Pilunya Nasib ASN, Tiba-tiba Saja Diberhentikan Bupati Dharmasraya”, praktisi hukum Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menyampaikan keprihatinan mendalam dan menilai bahwa pemberhentian Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa dasar dan prosedur hukum yang jelas dapat diduga dikategorikan sebagai tindakan maladministrasi serta pelanggaran hak asasi pegawai negeri.

Menurut Riyan, setiap ASN memiliki hak hukum atas kepastian status kepegawaian, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (sebagaimana diubah terakhir dengan PP No. 17 Tahun 2020).

“Pemberhentian ASN tidak boleh dilakukan secara sepihak atau tanpa pemeriksaan. Harus ada tahapan yang dilalui, mulai dari klarifikasi, pemeriksaan disiplin, hingga keputusan yang berdasarkan bukti dan pertimbangan objektif,” tegas Riyan di Padang, Kamis (30/10/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 87 ayat (2) dan (3) UU ASN, pemberhentian PNS hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan:

1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat;

2. Melanggar sumpah/janji jabatan; atau

3. Tidak memenuhi syarat jabatan berdasarkan hasil evaluasi yang sah.

“Jika dalam kasus ini benar ASN bersangkutan tidak pernah diperiksa, tidak diberi teguran, dan tidak ada alasan tertulis dalam SK, maka keputusan pemberhentian itu berpotensi cacat hukum,” ungkap Riyan.

Lebih lanjut, Riyan menyoroti aspek maladministrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

“Tindakan pejabat publik yang diduga sewenang-wenang, diduga tidak transparan, dan diduga tidak memberikan alasan tertulis atas keputusan administratif diduga dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. ASN yang dirugikan berhak mengadu ke Ombudsman RI,” tambahnya.

Selain itu, ia juga menekankan bahwa ASN yang diduga diberhentikan secara tidak sah berhak mengajukan upaya hukum administratif berupa:

Banding administratif ke Badan Pertimbangan ASN (BAPEK), dan/atau

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap SK pemberhentian tersebut.

“Negara hukum tidak boleh membiarkan seorang ASN kehilangan hak dan status tanpa alasan hukum yang jelas. Jika benar diduga tidak ada dasar pemberhentian, SK tersebut patut dibatalkan melalui mekanisme PTUN,” ujar Riyan.

Sebagai penutup, Riyan menegaskan pentingnya kepastian hukum dan keadilan birokrasi dalam pengelolaan aparatur negara.

“Keadilan bagi ASN seperti Ibu Nike bukan hanya soal pekerjaan, tapi tentang harga diri dan penghargaan atas pengabdian. Pemerintah daerah harus menjunjung asas keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap keputusan,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *