Praktisi Hukum Riyan Permana Putra sebut Kritik DPRD Bukittinggi Bagian dari Fungsi Pengawasan, Bukan Soal Oposisi atau Belum Move On

Bukittinggi — Praktisi hukum sekaligus Ketua Perhimpunan Advokat Nusantara (PAN) Raya Sumatera Barat dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi, Riyan Permana Putra, menanggapi pernyataan BY mantan Ketua DPRD Bukittinggi yang menyebut adanya anggapan “DPRD oposisi” dan “belum move on” ketika bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah daerah sebagaimana dilansir dari akun media sosial Great Bukittinggi.

Menurut Riyan, sikap kritis DPRD Bukittinggi merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa DPRD memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD. “Kritik dari DPRD Bukittinggi bukan bentuk permusuhan politik, melainkan pelaksanaan fungsi konstitusional untuk memastikan program dan anggaran daerah berjalan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),” tegasnya.

Riyan menambahkan, penyusunan dan pelaksanaan APBD wajib berpedoman pada RKPD sebagaimana diatur dalam Pasal 300 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 serta Pasal 90 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Apabila anggaran yang disusun tidak sesuai dengan RKPD, maka dapat berimplikasi hukum dan sanksi administratif, bahkan pidana jika menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Sebagai contoh, Riyan menyinggung kasus yang pernah terjadi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (2022), di mana sejumlah kegiatan proyek fisik dianggarkan tanpa tercantum dalam RKPD dan tanpa persetujuan DPRD. Akibatnya, proyek tersebut dinilai melanggar ketentuan pengelolaan keuangan daerah, dan pejabat terkait mendapat sanksi administratif serta pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa kehati-hatian dalam proses perencanaan dan penganggaran sangat penting. DPRD yang bersikap kritis justru menjalankan fungsi check and balance agar praktik seperti itu tidak terjadi di daerah,” jelas Riyan.

Riyan juga menegaskan bahwa setelah Pilkada selesai, tidak ada lagi istilah oposisi maupun koalisi di daerah. “Semua pihak harus bekerja sama untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Ketika DPRD Bukittinggi mengkritik anggaran yang menyimpang dari RKPD, itu bukan bentuk perlawanan politik, tapi justru bentuk tanggung jawab hukum dan moral,” tutupnya.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *