Riyan Permana Putra sebut Langkah Sidak Anggota DPRD ke Proyek Perpustakaan Bukittinggi Bentuk Fungsi Pengawasan Publik
Bukittinggi — Menanggapi pemberitaan Lensa Sumbar terkait sorotan DPRD Kota Bukittinggi atas dugaan keterlambatan dan kualitas pengerjaan proyek Gedung Perpustakaan Kota Bukittinggi senilai Rp7,9 miliar, praktisi hukum Riyan Permana Putra, menilai pentingnya penegakan prinsip akuntabilitas dan keterbukaan publik dalam setiap proyek yang bersumber dari keuangan negara.
Menurut Riyan, pelaksanaan proyek yang menggunakan dana APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) wajib mematuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang APBN, di mana setiap rupiah yang digunakan harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan sesuai dengan progres kerja.
“Jika benar ada indikasi keterlambatan hingga progres fisik menjelang batas waktu, hal ini bisa mengarah pada pelanggaran administratif bahkan berpotensi pada kerugian negara apabila kualitas bangunan dikompromikan. Pengawas, PPK, hingga penyedia jasa punya tanggung jawab hukum yang jelas,” ujar Riyan, Minggu (26/10/2025).
Riyan juga menegaskan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Perpres Nomor 12 Tahun 2021, kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas wajib memenuhi standar mutu pekerjaan sesuai kontrak. Jika ditemukan kelalaian, pejabat pembuat komitmen (PPK) dapat memberikan sanksi administrasi hingga pemutusan kontrak.
“Selain aspek teknis, DPRD juga menjalankan fungsi kontrol politik yang sah. Namun semua pihak harus menghindari konflik kepentingan, apalagi jika diduga kontraktor memiliki kedekatan dengan pejabat daerah. Prinsip no conflict of interest wajib ditegakkan,” tambahnya.
Riyan menilai langkah sidak anggota DPRD sudah tepat sebagai bentuk fungsi pengawasan publik, namun hasilnya perlu dituangkan dalam notulen resmi dan laporan ke Inspektorat Daerah agar ada tindak lanjut hukum bila ditemukan pelanggaran kontraktual atau indikasi korupsi.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap perbuatan memperkaya diri sendiri atau pihak lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana, baik oleh pelaksana, pengawas, maupun pejabat pemberi proyek.
“Proyek ini menyangkut fasilitas pendidikan publik, maka integritas dan kualitas harus menjadi prioritas. Jangan sampai proyek bernilai miliaran justru menjadi preseden buruk di tengah upaya membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” tegas Riyan.(*) 
